Hari ini, 21 Februari, 71 tahun lalu, ia “ditaklukkan” oleh eksekusi maut yang dilakukan oleh bangsanya sendiri. Tan Malaka diberi julukan Bapak Republik Indonesia. Selama hidupnya menolak segala bentuk diplomasi dengan penjajah, terjebak dalam komunisme yang kemudian justru berseberangan dengan cita-citanya, dihilangkan dengan tidak hormat dan dilupakan dari ingatan (sebagian) orang. Berdasarkan Keputusan Presiden No.53 Tahun 1963, Tan Malaka diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia. Hidup yang singkat dalam banyak pelarian dan berpindah dari penjara satu ke penjara lainnya, bagi Tan Malaka adalah bagian dari perjuangannya. Pada tahun 1947, dalam Kata Pengantar di buku otobiografi-nya, Dari Penjara ke Penjara, ia menulis, “Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri sediri. Siapa ingin merdeka, harus bersedia di penjara.”

Menulis Adalah Senjata

Tan Malaka, sebagai seorang pemikir mencoba bereksperimen dengan ide dan pemikiran-pemikirannya tentang Indonesia. Menurutnya, rakyat Indonesia pada waktu itu belum siap untuk melakukan revolusi, karena pola berpikirnya yang masih banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang mistis—atau yang disebutnya sebagai Logika Mistika.

Selama masa penjajahan, hanya segelintir golongan (terutama kaum priyayi) yang memiliki kesempatan dan akses ke pendidikan yang tinggi, sementara sisanya hanya mendapat pendidikan rendah (membaca dan berhitung) untuk kemudian dijadikan budak. Alhasil, ilmu bukti tidak dapat dipelajari oleh orang banyak, sehingga sebagian besar rakyat belum mampu berpikir secara rasional. Menurut Tan Malaka, untuk dapat maju, maka masyarakat harus memiliki cara berpikir yang berdasarkan ilmu bukti (scientific). Masyarakat harus dapat berpikir dan hal tersebut hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang memadai.

Madilog, menurut Tan Malaka, menjadi karya yang sangat penting karena buku ini dapat dijadikan sebagai senjata berpikir untuk rakyat—suatu upaya yang ia lakukan untuk meletakkan dasar rasionalitas bagi Indonesia. Buku ini merupakan cara berpikir tertentu dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan cara-cara berpikir yang tangkas yang dipakai oleh sains. Ia menulis setidaknya 60 halaman secara khusus untuk membahas logika. Yang menarik, ia menuliskan Madilog berdasarkan ingatannya semata. Sebelumnya ia banyak mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan ekonomi, politik, sejarah, sains sampai buku-buku mengenai sosialisme dan komunisme. Akan tetapi akibat perang Jepang-Tiongkok, ia terpaksa meninggalkan kediamannya di Shanghai dan menemukan bahwa tidak ada buku-bukunya yang tersisa setelah perang selesai. Ia juga lagi-lagi harus kehilangan buku-bukunya ketika ia ditangkap di Hongkong pada tahun 1932. Walau kecewa karena mengenang bagaimana ia telah bersusah payah membangun koleksi pustakanya, akan tetapi Tan Malaka tidak pernah patah semangat. “Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.”

Yang berjuang, yang disalahpahami

Bila hendak dirangkum, maka perjalanan hidup Tan Malaka adalah sebagai berikut: Yang berjuang, yang disalahpahami dan yang dilupakan. Pada pembacaan teks-teks yang tidak tuntas atau kutipan yang hanya sepotong-potong tentang kisah panjang Tan Malaka, sangat gampang bagi siapa saja untuk menampikkan perannya dalam mendirikan negara Republik Indonesia. Sisi spiritualitas dan keterlibatannya dalam komunisme membuatnya seakan-akan menjadi “burung hantu” dalam sejarah panjang Indonesia. Perjalanan hidupnya berakhir pada tanggal 21 Februari 1949 dengan eksekusi mati di Kediri atas perintah Sukotjo. Tan Malaka pergi tanpa pernah memiliki kesempatan untuk merasakan buah dari bibit-bibit yang telah ia tebarkan dalam laku sunyi dan karya-karyanya. Tan Malaka adalah adalah seorang yang idealis, pemikir hebat yang sayangnya “gagal” di panggung politik karena tidak memiliki kader. Hidupnya pun dramatis: sepanjang hidup melawan untuk kemudian mati dengan tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya. (Kanakata Creative)