Kala Seniman Berbisnis

  • date June 30 2020

Ingin diterima di pasar lokal, seniman gambar Winarti Handayani beralih dari media kertas dan lukisan dinding ke barang-barang yang digunakan sehari-hari. Peralihan dari seniman yang sebelumnya cenderung mengikuti mood saat berkarya menjadi seorang pebisnis, memberikan tantangan tersendiri bagi lulusan Rhode Island School of Design, AS ini. Konsistensi dan keinginannya mendengar pasar, menjadikan Winny, demikian sapaan akrabnya, mampu mempertahankan brand Kamalika Artprints di kancah bisnis hampir selama satu dekade.

 
Apa yang melatarbelakangi Anda memindahkan medium dari kertas ke kain kanvas?

Pertama kali berkarya untuk dijual, tahun 2011, awalnya memang hanya membuat di atas kertas, yaitu membuat kartu ucapan dan hiasan dinding dengan target pasar orang asing. Karena saya ingin mengembangkan pasar lokal, maka karya seni bisa harus bisa ‘menempel’ pada sesuatu yang bisa dipakai. Tahun 2013 saya mulai mencari tahu bagaimana memindahkan lukisan ke kain, tapi tidak mengggunakan teknik sablon, karena lukisan saya menggunakan cat air dan full color. Satu-satunya cara memang printing digital. Saat itu tahun 2013 masih sangat sedikit informasi dan keberadaan di digital printing di atas kain, lalu membuat tas dan aksesori lainnya berbahan dasar kanvas.

Bagaimana menyesuaikan diri dari seniman ke industri?

Mungkin ini kebetulan, saya besar bukan dari keluarga seniman, tetapi dari keluarga pebisnis. Bisa dibilang… it’s in my intuition. Ketika sudah terjun di dunia bisnis, maka harus memikirkan jumlah produksi yang banyak, bukan limited edition. Namun, saya tidak ingin kehilangan jati diri juga, maka ketika mendesain, saya berusaha membuat sesuatu yang say something, meaningful to me, and try to be true to my style. Yang jelas, saya harus bisa membaca pasar, mana kira-kira bentuk yang laku dan tidak, juga berinovasi dengan mengembangkan bentuk baru. Sampai saat ini semua ilustrasi masih saya kerjakan sendiri, mungkin dalam waktu dekat akan mempekerjakan illustrator tambahan. Terakhir, harus konsisten saat berkarya. Kadang-kadang seniman itu menunggu karyanya sempurna, baru diluncurkan. Padahal belum tentu apa yang menurut kita bagus, di pasar akan mengatakan hal yang sama. Jadi, begitu ada karya, just put it out there, akan ada waktunya nanti untuk memperbaiki.

Tantangan terberat selama menjalani bisnis ini?

Pandemi Covid-19 menjadi pukulan terberat. Penjualan di 3-4 toko, nol sama sekali. Saya membatin, jika Tuhan masih mau ada Kamalika Artyprints, maka saya harus berbuat sesuatu. Kalau nggak, sudah pasti gulung tikar. Saya mencoba bikin APD, tetapi bahan bakunya rebutan dan saat proses pembuatannya pun, saya ragu bisa dipakai atau tidak, karena harus ada standar tertentu. Sulit bagi UKM seperti saya, harus bersaing dengan barang komoditas, dengan produksi yang sangat tinggi. Di situlah saya merasa, kembali lagi ke what is Kamalika Artprints, yaitu bikin lagi produk berbasis ilustrasi. Kebetulan di April akhir, ada event hari belanja brand local di salah satu market place, saya coba di sana dan responnya luar biasa. So God gives us the money, berarti masih ada tanggung jawab kita untuk mengurus bisnis ini. Bertahan. Semoga segera terlewati, tapi sekarang sudah lebih tenang.

Lebih lengkap mengenai bagaimana peralihan dari Seniman menjadi Pebisnis, bisa disimak langsung di Podcast Kanakata Girls di Spotify atau langsung dengarkan di bawah ini.

Foto: DOK KAMALIKA ARTPRINTS

 

Send Message

location

GED 88, Tower A Level 38, Kota Kasablanca Jl. Casablanca Raya, Kav. 88, Jakarta 12870

email

marketing@kanakata.co

×